Pada waktu perang Tabuk, keluarlah Sa’id bin Abdurroman untuk berperang. Keluarganya dititipkan kepada saudaranya, Tsa’labah. Ia mencarikan kayu bakar dan menimbakan air dan berbagai keperluan lainnya dengan niat mengharap ridho Allah SWT.
Pada suatu hari Tsa’labah berada dirumah. Datanglah Iblis (Semoga laknat Allah SWT ditimpakan atasnya) muncul dengan menyamar sebagai manusia dan berkata, “Lihatlah apa yang ada diselimut itu.” Tsa’labah membuka kain itu. Dilihatlah istri saudaranya yang berparas cantik sedang tidur. Maka, bangkitlah gelora syahwatnya dan ia tidak dapat menahan gejolak nafsunya. Ia lalu menyetubuhinya dengan paksa, memperkosanya. Wanita itu berkata, “Wahai Tsa’labah, engkau tidak memelihara kehormatan keluarga saudaramu yang sedang berjuang dijalan Allah.”
Maka, sadarlah Tsa’labah atas perbuatannya. Ia telah melakukan dosa yang sangat besar, dan ia merasakan penyesalan yang luar biasa. Ia menjerit-jerit penuh penyesalan dan berlari menuju bukit. Disana ia menjerit dengan suara yang sangat keras, “Ya, Tuhanku, Engkau.... Engkau... ooh... aku.... aku adalah orang yang berdosa. Engkau adalah Zat yang memberikan Ampunan. Aku benar-benar orang yang berdosa dan bersalah.”
Ketika perang selesai. Rombongan prajurit yang dipimpin langsung oleh Baginda Rasulullah SAW pun kembali. Mereka disambut oleh sanak keluarga mereka masing-masing dengan suka cita. Akan tetapi, tidak ada yang menyambut Sa’id bin Abdurrahman. Ia merasa heran dan penasaran. Segera ia meluncur kerumahnya dan bertanya kepada istrinya, “Wahai Istriku, apa yang telah terjadi? Apa yang telah diperbuat oleh saudaraku?” Dengan suara berat ia menjawab, “Ia telah menjatuhkan dirinya kelembah teramat hina. Ia sekarang berlari ke bukit sana.”
Sa’id segera keluar berlari menuju bukit itu dan mencari saudaranya Tsa’labah kesana kemari. Ia menemukan Tsa’labah sedang menelungkupkan badannya. Tangannya diletakkan diatas kepalanya sambil berucap dengan suara tinggi. Menghinakan diri sebagai orang yang sangat bedosa kepada Tuhannya.
Sa’id berkata, “Bangunlah sudaraku! Aku sudah tahu apa yang terjadi.” “Aku bukanlah orang yanng patas bediri dihadapanmu sampai engkau membelenggu tanganku diatas kepalaku dan menyeretku laksana seorang majikan meyeret budaknya “kata Tsa’labah. Akhirnya Sa’id menuruti kata-katanya. Ia membelenggu Tsa’labah dan mnyeretnya seperti seorang majikan menyeret budaknya dibawa pulang.
Tsa’labah mempunyai seorang anak perempuan bernama Khamshanah. Begitu mengetahui ayahnya sedang dituntun, ia ikut menyambut dan menuntunnya menuju kerumah sahabat ‘Umar bin Al-Khoththob. Setelah sampai dihadapannya, ‘Umar berkata “Engkau menyetubuhi istri saudaramu yang sedang berperang dijalan Allah. Bagaimana mungkin aku mau mengampunimu? Keluarlah dari hadapanku. Jangan sampai aku menghardikmu dan menjambak rambutmu. Keluarlah dari haapanku. Keluar! Tidak ada tobat bagimu!”
Ia pergi dari hadapan ‘Umar menuju rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Begitu sampai dirumahnya, Abu Bakar berkata seperti ucapan ‘Umar, “Engkau menyetubuhi istri saudaramu yang sedang berperang dijalan Allah. Mana mungkin ada pintu tobat bagimu? Enyahlah dari hadapanku! Jangan sampai aku ikut terbakar oleh api dosamu! Tidak ada pintu tobat bagimu selamanya!”
Kemudian ia mendatangi ‘Ali bin AbiThalib. Imam ‘Ali berkata berkata seperti ucapan ‘Umar dan Abu Bakar. “Engkau menyetubuhi istri saudaramu yang sedang berjuang dijalan Allah. Mana mungkin aku akan memberi ampunan kepadamu? Pergilah dari hadapanku! Enyahlah! Tidak ada pintu tobat bagi orang sepertimu selamanya!”
Iapun pergi dari hadapan ‘Ali. Lalu berkata. “Wahai putriku, mereka membuat aku benar-bena putus asa. Aku berharap, Rasulullah SAW menerimaku dan membuatku tidak putus asa.”
Putrinya mengajak mendatangi Rasulullah SAW. Sesampainya dihadapan Beliau ia berkata. “Ya Rasulullah, demi ayah dan ibuku, aku telah menyetubuhi istri saudaraku yang telah berjuang dijalan Allah. Masih adakah pintu taubat bagiku?”
Dengan nada tidak simpati Beliau berkata. “Engkau mengingatkan aku pada rantai dan belenggu neraka Jahannam. Enyahlah dari hadapanku! Tidak ada pintu taubat bagimu selamanya!”
Dengan rasa putus asa, Tsa’labah pergi dari hadapan Rasulullah SAW. Lalu putrinya berkata. “Wahai ayahku, engkau bukan lagi ayahku dan aku bukan lagi anakmu sampai Rasulullah dan para sahabat beliau memaafkan dan meridhoimu.” Selesai berkata demikian, ia berlari meninggalkan ayahnya yang malang itu.
Tsa’labah berlari menuju bukit. Dengan nada tinggi ia berkata, “Ya Allah, aku mendatangi ‘Umar. Ia akan memukuliku. Aku mendatangi Abu Bakar. Ia akan menghardikku. Aku mendatangi ‘Ali. Ia menolakku dengan keras. Aku juga mendatangi Rasulullah. Beliau membuatku putus asa. Kini, apakah Engkau hendak menyiksaku? Bila Engkau berkata ‘Ya,’ Sungguh aku ini adalah orang yang celaka! Bila Engkau berkata ‘Tidak,’ alangkah beruntungnya aku!”
Kemudian Malaikat turun dari langit mendatangi Rassulullah SAW seraya berkata. “Allah telah berfirman, ‘Engkaukah yang menciptakan atau Akukah yang menciptakan?” Nabi SAW menjawab, “Tentu Engkau ya Tuhanku!” Malaikat melanjutkan firman Allah SWT, “Allah Yang Maha Perkasa memberi kabar gembira kepada hamba-Nya ‘Aku telah mengampuninya!”
Nabi Muhammad SAW lalu berkata kepada para sahabat. “Siapa yang mau menghadirkan Tsa’labah dihadapanku?” Umar dan Abu Bakar berdiri dan berkata”Ya Rasulullah, kami sanggup mendatangkan kehadapanmu.” Ali dan Salman berdiri dn berkata, “Ya Rasulullah, kami sanggup menghadirkannya.”
Akhirnya Rasulullah SAW memerintahkan ‘Ali dan Salman untuk menghadirkan Tsa’labah. Mereka berdua lalu keluar mencari Tsa’labah. Ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang penggembala kambing asal Madinah, ‘Ali bertanya kepada penggembala itu. “Apakah engkau melihat seorang laki-laki sahabat Rasulullah?” Penggembala itu balik bertanya, “Sepertinya kalian berdua mencari orang yang berlari dari neraka Jahannam.” Benar,” jawab ‘Ali. “Tunjukkan kepadaku dimana ia berada. “Bila hari telah gelap, ia berada didekat jurang dibawah pohon itu sambil berucap dengan suara lantang, menghinakan diri laksana orang yang durhaka kepada Tuhannya,” Kata penggembala itu menjelaskan.
‘Ali dan Salman menunggu sampai datang malam. Tiba-tiba Tsa’labah datang menghampiri pohon itu dan menjatuhkan dirinya bersujud sambil menangis. Ketika Salman mendengar tangisannya, ia menghampirinya sambil berkata, “Wahai Tsa’labah, bangunlah! Sungguh Allah telah mengampunimu.” “Bagaimana engkau meninggalkan kekasihku Muhammad?” tanya Tsa’labah. Salman menjawab. “Beliau suka kepadamu, sama seperti Allah suka kepadamu.”
Mereka lalu pulang. Sesampainya dirumah, shalat maghrib akan segera dilaksanakan. Ketika Bilal membaca iqomah sebagai tanda shalat akan segera dimulai. ‘Ali dan Salman menempatkan Tsa’labah dibarisan paling belakang.
Dalam shalat itu Rasulullah SAW membaca ayat, Alhaakumut Takaatsur, Mendengar itu Tsa’labah menjerit keras ketika bacaan sampai pada; Hatta Zurtumur Maqoobir, Tsa’labah menjerit dan bahkan lebih keras lagi sampai akhirny ia menghembuskan nafas terakhir. Ia meninggal dunia.
Selesai shalat, Rasulullah SAW menghampiri Tsa’labah dan memercikkan air diwajahnya. Lalu Salman berkata, “Ya Rasulullah, ia telah meninggal dunia.” Tiba-tiba datanglah putrinya, Khamshanah dan berkata, “Ya Rasulullah, apa yang terjadi dengan ayahku? Aku sangat rindu dengannya, “Masuklah ke masjid,” kata Rasulullah SAW.
Begitu masuk ia melihat ayahnya sudah tidak bernafas lagi dan ditutupi kain. Ia meletakkan tangannya dikepala ayahnya. Karena tak tahan ia menjerit, “Ayah.... dengan siapa lagi aku hidup?” ia menangis tersedu-sedu. “Wahai Khamshanah.” Seru Rasulullah SAW. “ maukah engkau jika aku menjadi pengganti ayahmu dan Fatimah saudaramu?” “Mau ya Rasulullah!”
Para sahabat segera mengurus jenazah Tsa’labah selengkapnya. Rasulullah SAW mengantarkan jenazah Tsa’labah sampai kekuburannya. Sampai disisi liang lahad, Beliau berjalan dengan jari kaki berjingkat-jingkat. Ketika pulang ‘Umar bertanya. “Ya Rasulullah, tadi aku melihat engkau berjalan berjingkat-jingkat. Mengapa ya Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “Aku tidak dapat meletakkan kakiku karena banyak Malaikat ikut menyaksikan penguburan Tsa’labah.” (Dari: Tanbih Ghofilin)
Sumber: dari> DISINI
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !