1. Tanda-tanda Lemahnya Amal - Baitussalam Media
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ:

PILIH BAHASA

Home » , » 1. Tanda-tanda Lemahnya Amal

1. Tanda-tanda Lemahnya Amal

Written By Unknown on Selasa, 09 September 2014 | 07.55


 "TANDA-TANDA BERGANTUNG KEPADA AMAL, KURANGNYA PENGHARAPAN KETIKA TERJADI LEMAHNYA AMAL"

Maksudnya:
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi kepada-Nya, karena pengabdian (beribadah) adalah tujuan dari penciptaan manusia. Pengabdian ini harus dijadikan sebagai landasan segala aktivitas dan perjuangan hidup dijalan-Nya. Supaya pengabdian ini berjalan dengan baik, maka manusia harus melandasi pengabdiannya dengan dua sifat, yaitu Sifat Roja' atau berharap dan Sifat Khouf atau takut. Allah SWT mengajarkan dalam firman-Nya. 

"Kabarkanlah kepadahamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa sesunggunya azabku adalah azab yang sangat pedih.." (QS: Al-Hijr: 15: 49-50)

Ayat diatas menyatakan dengan tegas bahwa kedua sifat tersebut harus diterapkan manusia dalam hidupnya secara seimbang, tidak boleh berat sebelah. Maksudnya manusia tidak boleh menggantungkan harapan dan menyandarkan rasa takut kecuali hanya kepada Allah SWT.

Sifat Roja' diperlukan agar manusia tidak terjerumus kedalam lembah putus asa, karena sebesar apapun dosa seorang hamba, namun sifat pengampunan Allah SWT kepada yang dikehendaki-Nya jauh lebih besar, lebih luas, dan tak terhingga.

Sifat Khouf dimaksudkan agar seorang hamba tidak sembrono dan tidak mudah lepas kontrol. tiada orang yang memiliki jaminan untuk selamat dari dosa yang telah diperbuatnya, sekecil apapun dosanya itu, sebab tak seorangpun yang yang pernah mengadakan perjanjian dengan Allah SWT untuk mendapatkan jaminan dimasukan kesurga..


AMAL BATHIN ADALAH BUAH AMAL LAHIR

Amal ibadah lahir, baik shalat, puasa, zakat, sedekah zikir. pikir, mujahadah maupun riyadhah, apabila dilaksanakan dengan benar semata-mata mengharapkan ridho Allah SWT, akan membuahkan amal bathin yakni ketaqwaan didalam hati dan keyakinan kepada Allah SWT, jika amaliyah ini dapat dilaksanakan secara istiqomah, sehingga keimanan dan keyakinannya semakin meningkat, maka seorang hamba akan mendapatkan Ma'rifatulloh, yakni mengenal kepada Allah SWT. 

Yang demikian tersebut telah di isyaratkan oleh Allah SWT dalam suatu ayat tentang "Hikmah yang terkandung" dalam perintah ibadah puasa dibulan Ramadhan. Allah SWT berfirman yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (QS: Al-Baqoroh: 183)

Maksudnya, ibadah puasa, seperti ibadah-ibadah vertikal lainnya , apabila di laksanakan dengan dasar iman serta semata-mata hanya menjalankan perintah Allah SWT, maka ibadah itu akan membentuk manusia menjadi seorang hamba yang bertaqwa. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah adalah sarana latihan bagi manusia agar sisi karakter manusiawinya dapat berubah mejadi lebih baik. Dari yang asalnya bodoh menjadi mengerti, dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, yag asalnya tidak mengenal menjadi mengenal, dan yang asalnya hina menjadi mulia.

Mengingat hikmah besar "puasa" adalah menjadikan seorang hamba bertaqwa kepada Tuhannya, maka ayat ini menunjukkan bhwa amalan lahir , sepertipuasa, apabila dilaksanakan dengan benar akan dapat membuahkan amalan bathin yaitu MA'RIFATULLOH.. Sebab orang tidak akan merasa takut kecuali kepada yang telah dikenali. Semakin orang berma'rifat kepada Allah SWT, akan semakin besar Pengharapan orang itu kepada Ma'budnya". Ini disebabkan karena manusia telah mengenal dirinya sendiri, mereka telah mengenal asal usulnya dan segala aib (kelemahan) yang ada pada dirinya..

Oleh karena itu, Semakin manusia dapat mengenal kelemahan, keterbatasan dan ketidakmampuan dirinya sendiri, pasti akan menjadikan mereka semakin mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan manusia mampu bertawakkal dan berpasrah diri kepada-Nya. Mereka mampu menggantungkan seluruh hasil usahanya dan ikhtiar hanya kepada pemberian yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuknya, baik itu urusan dunia maupun akhirat.

Namun demikian, apabila tumbuhnya kekuatan yakin atau makrifat itu selalu berbarengan dengan terbitnya amalan lahir, dan ketika amal lahirnya sedangkan lemah menyebabkan Keyakinan atau makrifatnya lemah, sehingga pengharapan kepada Allah menjadi lemah pula, maka lemahnya pengharapan kepada Allah SWT itu merupakan tanda bahwa seseorang sesungguhnya belum bertawakkal kepada Allah SWT, tetapi bertawakkal kepada amal ibadahnya. Mereka belum yakin dan percaya kepada Allah SWT tetapi yakin dan percaya kepada amal ibadahnya. Mereka belum yakin kepada Sang Pemberi, akan tetapi yakin kepada alat untuk mendapatkan anugrah pemberian. Akibatnya ketika ia sedang jauh dari amaliyah yang dijalani itu, ia kembali akan kehilangan kepercayaan diri lagi.

Oleh karena itu, hati seorang hamba harus selalu siap menghadapi kepastian taqdir ini, dalam keadaan sedang jalan wiridnya atau tidak. Mereka siap didalam hati, bahwa yang keluar dari kehendaknya (irodah) sendiripasti itu adalah kehendak Tuhannya. Umtuk itu, apapun bentuknya, yang terjadi didalam realita dan  dari siapapun datangnya, kalau kehendak Tuhan telah datang dihadapannya, seorang hamba yang bermakrifat akan sanggup menyongsong realita dengan ahti yang selamat.mereka berprasangka dengan prasangka yang baik (husnudh-dhon), walau dihadapkan dengan kematian sekalipun. Tidak ada pilihan lagi selain hanya berusaha memilih  “apa-apa” yang telah dipilihkan Allah SWT untuknya.

Memang benar, kalimat terakhir yang dapat menyelamatkan manusia dari neraka dan menghantarkannya manusia masuk surga adalah kalimat Laa ilaahaillallah. Sungguhpun demikian, ketika kalimat ini telah tidak lagi mampu diucapkan dengan lisan, karena terhalang oleh penderitaan Sakaratul Maut yang menyakitkan, maka kalimat itu boleh diucapkan didalam hati. Sebab kalimat itu akan benar-benar dapat menyelamatkan dari fitnah Sakaratul Maut, apabila kalimat itu mampu dipancarkan oleh hati yang sadar. Adapun yang dimaksud dengan hati yang sadar adalah hati yang selalu berzikir kepada Allah SWT atau hati yang bermakrifat kepada Tuhannya.

Jadi yang dimaksud dengan istiqomah itu bukan hanya dalam amal perbuatan lahir dan wirid-wirid khusus saja. Namun istiqomah yang utama itu adalah istiqomah Hati, yakni dalam keadaan yang bagaimanapun, baik sedang wirid maupun tidak, hatinya tetap bersandar kepada Allah SWT. Berharap dan takut hanya kepada “Pemeliharaan” Sang Pemelihara Alam Semesta:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Jangan kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS: Fush-shilat;30)..

Allahu ‘alam Bish-showab


*********************************
Dikutip dari Syarah Hikam, Ibnu Athoillah
Oleh: Muhammad Luthfi Ghozali
Diposkan Oleh: Musyahadi Al-Hasyim
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

BAITUSSALAM MEDIA

BAITUSSALAM MEDIA

Arsip Blog

 
Support : TK/TPA Baitussalam | Remaja Masjid Baitussalam | Yayasan Baitussalam
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Baitussalam Media - All Rights Reserved
Template Design by Bani Hasyim Published by Baitussalam Media