Nasehat Bagi yang Akan Menjadi Tamu Allah - Baitussalam Media
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ:

PILIH BAHASA

Home » , » Nasehat Bagi yang Akan Menjadi Tamu Allah

Nasehat Bagi yang Akan Menjadi Tamu Allah

Written By Unknown on Selasa, 01 Oktober 2013 | 22.35

Latar belakang

Dalam melaksanakan rukun yang wajib, setiap pribadi muslim, seringkali tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan dan pengertian yang telah ditetapkan mengenai ibadah tersebut karena kurangnya pemahaman. Bahkan banyak yang pergi menunaikan ibadah haji tanpa persiapan yang matang. Sebagai contoh adalah kewajiban menunaikan ibadah haji. Haji diwajibkan bagi mereka yang mampu. Persepsi kita selama ini barang kali agak keliru.

Pengertian mampu (istitha’ah) diartikan hanya bagi mereka yang berharta atau kaya. Ini kiranya pengertian yang perlu diluruskan. Mampu harus diartikan sebagai adanya kemauan, kesadaran dan usaha untuk mengikuti perintah Allah dengan sebaik-baiknya apapun profesi atau kegiatan yang ditekuninya. Apakah sebagai sopir, tukang sepatu, pedagang keliling, pedagang bakso/sate, pedagang sayur, tukang roti, tukang ojek, tukang becak, pengusaha, pegawai negeri, Angkatan Bersenjata, polisi, penerbang, nakhoda, pejabat negara dan lain sebagainya, setiap pribadi muslim tidak bisa lepas dari kewajiban untuk berhaji.

Memperhatikan bahwa haji itu bagian dari Rukun Islam yang lima, maka ia merupakan rukun yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, apapun dan bagaimanapun keadaan rumah tangganya. Tidak boleh dari awal sudah memvonis dirinya tidak mampu, dengan alasan melihat keadaan hidupnya yang mungkin serba kekurangan. Allah SWT pasti sudah memperhitungksn keadaan umat Islam bahwa ada yang dikategorikan miskin atau kekurangan ketika menetapkan haji sebagai bagian dari rukun Islam yang wajib bagi setiap umat Islam.

Mulai dengan niat yang ikhlas dan doa

Setiap kegiatan ibadah seyogyanya dilakukan dengan niat dan kemudian diikuti dengan doa permohonan kepada Allah SWT.

“ Wa lillahi ‘alan naasi hijjul baiti manis tathaa’a ilaihi sabiilaw wa man kafara fa innallaaha ghaniyyun ‘anil ‘aalamiin”

“ Dan semata-mata karena Allah, diwajibkan atas manusia untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana. Adapun terhadap yang ingkar, sungguh Allah Maha Kaya atas seisi alam semesta ”.
(Ali- Imran:3:97)
Peranan niat sangat menentukan diterima tidaknya hasil aktivitas atau amalan manusia. Apabila niatnya tidak benar dan tidak pas maka akan tertolak semua amalan yang telah kita upayakan berarti sia-sia.
Kemurnian niat perlu menjadi perhatian kita agar supaya ibadah dan amalan kita bukan ibadah dan amalan yang tidak mendatangkan manfaat atau yang sia-sia. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Qudsi sebagai berikut :

“ Kelak pada hari kiamat akan datang beberapa buku yang telah disegel (Buku amalan menurut catatan malaikat Raqib dan Atid) lalu dihadapkan kepada Allah SWT. Pada waktu itu Allah berfirman: ‘ Buanglah ini semuanya’. Malaikat berkata :” Demi kekuasaan Engkau kami tidak melihat didalamnya melainkan yang baik-baik saja. Selanjutnya Allah berfirman :” Sesungguhnya isinya ini dilakukan bukan karena-Ku dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima kecuali apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridlaan-Ku”

(HQR Bazzar dan Thabarani)

“ Huwal hayyu laa ilaaha illaa huwa fad’uuhu mukhlishiina lahuddiin

alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin”
“ Dialah Yang Hidup Kekal, tiada Tuhan melainkan Dia, maka sembahlah Dia dengan mengikhlaskan (memurnikan) ibadah kepada-Nya”
(Al Mu’min:40:65)

“ Wa maa umiruu illaa li ya’budullaaha mukhlishiina lahud diina hunafaa-a wa yuqimush shalaata wa yu’tuz zakaata wa dzaalika diinul qayyimah”

“Dan tiadalah mereka diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatannya kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, mereka mendirikan salat, menunaikan zakat dan demikian itulah agama yang lurus”
(Al Bayyinah:98:5)

Menabung dan dengan persiapan yang sempurna

Setelah berniat ikuti dengan tindakan nyata yaitu dengan menabung. Sejak itu maka penghasilan akan dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu  :
  • Untuk kebutuhan hidup harian (35-50%)
  • Untuk pemeliharaan barang modal (20-15%)
  • Untuk zakat, infaq dan shadaqah (30-30%)
  • Untuk tabungan haji (15-5%)
“ Lan tanaalul birraa hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuuna wa maa tunfiquu min syai-in fa innallaaha bihii ‘aliim”
“Kamu tidak akan memperoleh kebaikan (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai . Dan apa yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
(Ali Imraan :3:92)
Karena haji untuk Allah maka dananya harus benar-benar bersih baik dari sumber/asal dana tersebut maupun dalam proses mendapatkannya; dan telah disucikan dengan sudah dikeluarkan zakatnya.
“ Apabila orang haji menunaikan haji dengan biaya yang baik (halal) dan meletakkan kakinya di kendaraan kemudian menyeru “ Labbaika Allahumma Labbaik”, maka ia diseru oleh seorang penyeru dari langit “labbaika wa Sa’daika”, bekalmu halal., kendaraanmu halal dan hajimu mabrur tidak ma’zur. Sedangkan bila pergi (haji) dengan biaya yang buruk (haram) lalu meletakkan kakinya di kendaraan kemudian menyeru “ Labbaika …., ia diseru oleh seorang penyeru dari langit “ Labbaika wa la Sa’daika”, bekalmu haram, biayamu haram dan hajimu ma’zur tidak berpahala”
(HR  diriwayatkan Abu Hurairah ra)
Perhatikan pesan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan pada Haji Wada sebagai berikut  :
“ Wahai manusia ! Tunaikanlah ibadah haji kerumah Allah dengan pemahaman yang sempurna akan ajaran-ajaran agama ini. Jangan kalian meninggalkan tempat-tempat mulia itu melainkan setelah kalian benar-benar taubat dan menyesali dosa-dosa kalian “.
Pesan Nabi ini harus kita camkan bahwa untuk menunaikan haji perlu persiapan dan pemahaman yang sebaik-baiknya sehingga setelah kita berkunjung ke Masjidil Haram, Arafah dan Mina maka benar-benar kita merasakan kelegaan dan kenikmatan yang luar biasa karena adanya pengampunan atas dosa dan kesalahan kita.
Apabila bekal telah cukup dan telah memperoleh kepastian tiket dan  tanggal     keberangkatan, persiapkan dengan lebih intensif dengan melakukan puasa sunnah Senin-Kemis, mengerjakan sholat sunnah misalnya sholat tahajud, sholat dhuha dan sholat-sholat sunnah lainnya. Intinya untuk membersihkan diri dan jiwa kita untuk lebih mendekatkan kepada Allah swt.
“Apabila seorang Muslim telah berkecukupan harta tetapi belum melaksanakan haji maka jika meninggal dia akan sama saja seperti seorang Nasrani, Yahudi, dan Majusi.”
Nabi SAW dalam khotbahnya yang terakhir kali menyampaikan :
“ Hai manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas siapa yang mampu melaksanakannya. Barang siapa tidak melaksanakannya juga, silahkan ia memilih cara mati yang ia sukai, sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi kecuali ia menderita suatu penyakit yang menahannya untuk pergi berhaji, atau ada larangan dari pemerintah yang zalim. Ketahuilah, orang yang enggan berhaji itu takkan memperoleh syafaatku dan takkan bisa datang ke Telagaku. Perhatikanlah, sudahkah aku menyampaikan (risalahku)?”
Penulis adalah Achmad Subianto:
Ketua Gerakan Memakmurkan Masjid, Ketua Komisi Pengawas BAZNAS 2005-2011, Penasehat ISEI Cabang Jakarta 2001-2011, Ketua Umum Fokkus, Babinrohis Pusat, Mantan bendahara DPN KORPRI 2004-2009, Mantan Ketua IV PWRI 2003-2009, Ketua Umum Federasi Perasuransian Indonesia 2003, Ketua Umum Asosiasi Jaminan Sosial dan Jaminan Sosial 2000-2008, Direktur Utama PT Taspen 2000-2008 
Share this article :

BAITUSSALAM MEDIA

BAITUSSALAM MEDIA

Arsip Blog

 
Support : TK/TPA Baitussalam | Remaja Masjid Baitussalam | Yayasan Baitussalam
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Baitussalam Media - All Rights Reserved
Template Design by Bani Hasyim Published by Baitussalam Media