ManajemenQolbu: “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada suatu keluarga.
Dia memperdalamkan pengetahuan agama kepada mereka. Menjadikan anak-anak
mereka menghormati orang tua mereka. Memberikan kemudahan pada kehidupan mereka.
Kesederhanaan dalam nafkah mereka dan memperlihatkan aib mereka, sehingga mereka
menyadarinya,lalu menghentikan perbuatannya. Namun,apabila menghendaki
sebaliknya, Dia meninggalkan dan menelantarkan mereka.” (H.R. Daaruqthni
)
Semoga Allah yang Maha Mengatur Segala Kejadian serta Maha Memudahkan
Segala Urusan melindungi hamba-hamba-Nya dari sikap berkecil hati,terutama
manakala kepada kita dikaruniakan niat dan keinginan untuk memiliki pasangan
hidup. Sebagian kecil dari kisah kehidupan yang terpapar berikut ini, masya
Alloh,telah menunjukan kepada kita betapa tidak mudah mengayuh bahtera rumah
tangga itu. Tidak cukup hanya diawali dengan keinginan untuk menikah belaka.
Karena, ternyata tidak sedikit pasangan yang telah memasuki dunia rumah tangga
menemui kenyataan bahwa pergantian hari-harinya telah menjadi pergantian
kesusahan yang satu ke kesusahan berikutnya. Pernik-pernik masalah seakan telah
menjadi seluruh dinding rumahnya.
Seorang ibu rumah tangga yang mengaku
telah 16 tahun berumah tangga serta telah dikaruniai 3 orang putra-putri yang
sehat dan cerdas, menumpahkan keluhan mengenai masalah rumah tangganya di rubrik
konsultasi sebuah surat kabar. Dari segi materi duniawi, mereka keluarga
yang berkecukupan karena keduanya bekerja di kantor.
Akan tetapi, ada
ganjalan yang semula diabaikan dari pikiran sang istri. Ia
merasakan pernikahannya terasa manis pada hari Sabtu dan Minggu saja, yakni
ketika keduanya tidak ngantor, sehingga dapat berkumpul dengan seluruh keluarga.
Selebihnya, dari Senin sampai Jumat, terasa hambar. Suaminya berkantor di sebuah
gedung pusat perkantoran modern, yang menurut anggapan sang istri,tentulah
setiap harinya akan bertemu dengan segala macam wanita, dari yang berbusana
minim sampai yang bergaun sebatas tumit. Pemandangan semacam itu akan ditemui
sang suami dari Senin hingga Jumat. Sedangkan, sang istri mengaku penampilannya
di rumah biasa-biasa saja. Kini ia rasakan tidak lagi seramping dulu. Rata-rata
suaminya pergi ke kantor sejak subuh dan pulang malam hari. Artinya, selama 15
jam setiap harinya. Ketika tiba di rumah pun, kegiatan-nya hanya makan malam ,
lalu pergi tidur. Begitu yang terjadi setiap hari. Suaminya seperti sudah tidak
mempunyai waktu lagi untuk berbincang-bincang dengannya. Kalaupun ia bertanya
tentang sesuatu , jawaban yang keluar dari mulut sang suami singkat-singkat
saja. Kalau suatu ketika ia bercerita tentang sesuatu, ia tidak tahu apakah
didengarkan atau tidak karena suaminya Cuma diam dan acuh tak acuh. Kalaupun
mengomentarinya, pastilah kata-kata yang terlontar itu berbau memojokkan sang
istri.
Satu hal yang paling ia benci adalah saat tiba hari Minggu malam.
Sepulang dari suatu tempat, biasanya suaminya mulai ketus. Bahkan tidak
jarang keduanya terlibat lagi dipersoalkan sang
suami adalah sikap sang istri
yang dinilai cerewet dan suka mengatur. Suaminya mulai bersikap baik lagi
kalau tiba Jumat malam. Karena, Sabtu paginya mereka akan berkumpul bersama
lagi hingga Minggu petang. Yang lebih repot lagi, ia sering bermimpi bahwa
suaminya menyeleweng dengan wanita lain. Sehingga, kalau sang suami lagi
tampak terdiam melamun, ia pun langsung teringat akan mimpinya tersebut.
Karuan saja dari hari ke hari kian bergumpal kecemasan dan kegelisahan yang
tak berujung dan berpangkal.
Itulah gambaran tentang satu sisi getir dari
kehidupan berumah tangga, yang bias dialami oleh
siapa saja, tanpa
terkecuali. Lebih-lebih pada pasangan muda, yang notabene pengalaman berumah
tangganya masih sedikit. Tentu cerita nyata ini tidak mengajak siapa pun untuk
bersikap pesimistis dan cemas sebelum berbuat. Bagaimanapun pernik-pernik
problematika rumah tangga semacam ini bisa juga terjadi menimpa kita.
Terutama, kalau ada sesuatu yang tidak sempat kita persiapkan, baik sebelum
memasuki gerbang pernikahan maupun setelah menjalani kehidupan berumah tangga.
Faktor-faktor apa saja yang perlu kita persiapkan itu? Mudah-mudahan beberapa
“resep” ini kalau dicoba diterapkan, bisa membuat perjalanan pernikahan yang
kita titi menjadi indah dan menenteramkan kalbu.
Bekal
Ilmu
Faktor yang pertama adalah bahwa sebuah rumah tangga akan menjadi
kokoh,kuat, dan mantap kalau suami istri sam-sama mencintai ilmu. Rasullulah SAW
pernah bersabda,”Barangsiapa yang menginginkan dunia,(mendapatkannya) harus
memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat,(mendapatkannya) harus
memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan dunia dan akhirat (mendapatkannya
pun) harus memakai ilmu.”
Artinya, bila ada yang bertanya, mengapa rumah
tangga yang dijalaninya terasa berat, banyak
kesulitan, dan tidak menemukan
kedamaian, jawabannya adalah karena ternyata ilmu tentang berumah tangga yang
dimiliki tidak sebanding dengan masalah yang dihadapi. Setiap hari akan selalu
bertambah maslah, kebutuhan, maupun peluang munculnya konflik. Semua ini
merupakan kenyataan hidup yang tidak akan pernah bisa dipungkiri .Bila
pertambahan segala pernik kehidupan ini tidak diimbangi dengan pertambahan ilmu
untuk menyiasatinya, maka pastilah sebuah keluarga tidak akan pernah mampu
menghadapi hidup ini dengan bai Jangan heran kalau rumah tangga yang seperti ini
bagaikan perahu yang kelebihan muatan. Dia akan tampak oleng, miring ke kiri,
tak mau melaju denhgan semestinya, bahkan bias-bisa akan tenggelam
karam.
Adapun ciri khas yang tampak adalah para penghuni rumah tangga itu
selalu sangat mengandalkan emosi di dalam mengatasi setiap masalah yang
muncul.
(manajemenqolbu.com)***
bersambung
……… 2
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !